RSS

Sabtu, 08 Mei 2010

Anakku Terlambat Bicara








Judul buku : Anakku Terlambat Bicara
penulis : Julia Maria van Tiel
penerbit : Prenada Media Group
Tebal : 398 halaman
Tahun terbit: 2008 (cetakan kedua)


Demi mendapatkan buku “Anakku Terlambat Bicara” yang menjadi terkenal mendadak karena tugas psikologi Anak Berbakat, aku rela berpindah dari satu toko buku ke toko buku lainnya. Buku yang dikarang oleh Julia Maria van Tiel ini menceritakan perjalanannya dalam mengungkap keunikan anaknya, Johan Flores, seorang anak gifted dengan diskronisasi perkembangan. Johan merupakan seorang anak yang unik dengan segala perbedaannya dari teman sebaya lainnya. Saat berumur satu tahun, Johan sudah mulai dapat berbicara, namun perkembangan ini semakin mengalami kemunduran saat usianya menginjak 18 bulan. Hingga sampai umur ke 2,5 tahun, Johan hanya bisa mengeluarkan bahasa planet yang tidak diketahui maknanya oleh orang-orang sekitar. Johan baru bisa diajak bicara dua arah di usianya yang kelima, namun perkembangan itupun jauh tertinggal dengan teman-teman sebayanya. Johan juga tidak dapat memahami pembicaraan orang lain kepada dirinya. Bukan hanya itu, Johan juga memiliki masalah menyangkut kemampuan bersosialisasi, cara bermain, dan prestasi di sekolah. Dalam satu sisi ia sangat cerdas, namun di sisi lain ia seperti anak yang kurang memahami apa yang tengah dihadapinya.

Johan merupakan anak yang sangat aktif, keras kepala, dan hanya terfokus pada kemauannya sendiri. Ia selalu bergerak, melompat, dan berlarian. Sifat keras kepalanya semakin menjadi-jadi, hingga setiap hari selalu ada gerutuan, tangisan, kemarahan, dan rasa frustasi. Walaupun Johan mengalami kemunduran perkembangan bicara, perkembangan motoriknya semakin berkembang pesat sehingga ia terkesan seperti anak yang tidak mau diam, atau kebanyakan orang menyebutnya anak hiperaktif. Orang-orang disekitar menilai Johan adalah anak autis yang asyik dengan dirinya dan dunianya sendiri.

Ditengah kebingungan akan perkembangan anaknya yang dicap lingkungan sebagai anak autis, Julia mulai mencari banyak referensi tentang masalah yang dihadapinya dan melakukan serangkain tes untuk mengetahui gambaran utuh perkembangan anaknya. Melalui berbagai literatur yang dibacanya, kenalan orthopedagongi, dan kegiatan diskusinya dengan kelompok orang tua yang memiliki anak yang mengalami perkembangan seperti Johan, Julia menemukan bahwa Johan adalah anak gifted dengan diskronisasi perkembangan. Diskronitas atau ketidaksinkronan perkembangan ini berarti bahwa ada bagian-bagian perkembangan yang maju tetapi ada bagian-bagian yang mempunyai perkembangan yang tertinggal, hal ini adalah suatu karakteristik yang universal pada anak-anak gifted

Diskronitas ini bersifat multikompleks dan multifacet karena menyangkut berbagai aspek perkembangan seorang anak. Diskronisasi dapat terjadi baik secara internal, yaitu pada berbagai aspek perkembangan anak itu sendiri, maupun secara eksternal pada anak tersebut terhadap teman sebayanya.

Dari seluruh hasil pemeriksaan, pencarian dan diskusi dengan para ahli, Julia menemukan bahwa Johan merupakan anak gifted dengan visual-spatial learner yang sering disebut the late boomer. Visual learning adalah cara berpikir secara visual (bayangan/gambaran) pada berbagai kejadian, yang memaknai berbagai kejadian alam bukan melalui perangkat kata-kata. Kemampuan ini cukup menyulitkan, karena disamping menghasilkan kemampuan kreativitas dan bakatnya dalam kemampuan pandang ruang, musik, seni, namun juga memungkinkan risiko disleksia, gangguan perkembangan bahasa dan bicara, dan kemampuan berhitung hafalan. Anak dengan karakteristik seperti ini melakukan pemrosesan informasi dengan caranya sendiri yang sering berbeda dengan yang diajarkan guru di sekolah. Hal ini yang membuat anak-anak ini kesulitan menempuh pelajaran di sekolah konvensional.

Melihat masalah anak gifted yang kini banyak terdiagnosa berbagai gangguan perilaku, mental, dan perkembangan, sebaiknya perlu deteksi sejak dini agar dapat diberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhannya. Di dalam buku ini dijelaskan pula tentang perbedaan-perbedaan antara anak gifted dengan anak autism, ADHD, dan permasalahan gangguan belajar, serta bagaimana pola pengasuhan yang terbaik untuk mereka.

Tak terbayangkan sebelumnya dalam benak Julia bhawa anaknya yang ceria dan lucu emerlukan penanganan yang serius, hati-hati, dan kesabaran yang luar biasa. Namun ia menyadari bahwa peranan keluarga, sekolah dan lingkungan dalam mengasuh dan mendidiknya merupakan faktor yang mendukung tercapainya prestasi yang optimal. Selain intervensi dan stimulasi yang diberikan untuk mengurangi gangguan dan mengembangkan keberbakatan yang dimiliki Johan, sangkar yang hangat adalah hal yang sangat penting untuk diberikan kepada anak agar tumbuh secara sehat dalam suasana yang dirasanya aman. Sangkar yang hangat berarti bahwa personalitas dirinya dapat kita terima dengan toleransi yang baik, kemudian membangun pemahaman akan berbagai kebutuhan tumbuh kembangnya untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan. Terlebih lagi terhadap anak gifted seperti johan yang mempunyai kesulitan tersendiri dan perlu perjuangan dalam menghadapi dunia luar, dimana ia mempunyai pola tumbuh kembang dengan kapasitas besar, yang terkadang lebih cepat matang dari teman sebayanya, namun kadang juga lebih lambat dari teman sebayanya.

Dengan semakin melihat secara positif berbagai gejala yang ditampilkan anak, membuat Julia semakin bijak dan lebih dewasa menghadapinya. Banyak membaca, berdiskusi, membangun kerjasama dengan guru dan para professional, membantu Julia untuk melepaskan Johan agar mampu menapaki hidup dalam kebebasan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dia juga menularkan semangat itu dan membantu para orang tua dengan anak gifted-disinkroni memahami anak mereka lewat mailing list, seminar, dan pertemuan-pertemuan orangtua.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright MEJIKUHIBILIU 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .